Jumat, 24 Maret 2017

Ayah

Posted by ekayulianta 06.06, under | No comments

Subuh tadi saya melewati sebuah rumah, 50 meter dari rumah saya dan melihat seorang isteri mengantar suaminya sampai pagar depan rumah.

"Yah, beras sudah habis loh..." ujar isterinya.
Suaminya hanya tersenyum dan bersiap melangkah, namun langkahnya terhenti oleh panggilan anaknya dari dalam rumah,
"Ayah..., besok Agus harus bayar uang praktek".
"Iya..." jawab sang Ayah.

Getir terdengar di telinga saya, apalah lagi bagi lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya semakin berat.
Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam,
"besok beliin lengkeng ya" dan saya hanya menjawabnya dengan "Insya Allah" sambil berharap anak saya tak kecewa jika malam nanti tangan ini tak berjinjing buah kesukaannya itu.

Di kantor, seorang teman menerima SMS nyasar,
"jangan lupa, pulang beliin susu Nadia ya".
Kontan saja SMS itu membuat teman saya bingung dan sedikit berkelakar, "ini, anak siapa minta susunya ke siapa".

Saya pun sempat berpikir, mungkin jika SMS itu benar-benar sampai ke nomor sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Kalau tersedia cukup uang di kantong, tidaklah masalah.
Bagaimana jika sebaliknya?

Banyak para Ayah setiap pagi membawa serta gundah mereka, mengiringi setiap langkah hingga ke kantor. Keluhan isteri semalam tentang uang belanja yang sudah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak sejak bulan lalu, susu si kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar tagihan listrik, hutang di warung tetangga yang mulai sering mengganggu tidur, dan segunung gundah lain yang kerap membuatnya terlamun.

Tidak sedikit Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya tersenyum, meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, "Iya, nanti semua Ayah bereskan" meski dadanya bergemuruh kencang dan otaknya berputar mencari jalan untuk janjinya membereskan semua gundah yang ia genggam.
Maka sejarah pun berlangsung, banyak para Ayah yang berakhir di tali gantungan tak kuat menahan beban ekonomi yang semakin menjerat cekat lehernya. Baginya, tali gantungan tak bedanya dengan jeratan hutang dan rengekan keluarga yang tak pernah bisa ia sanggupi. Sama-sama menjerat, bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak perlahan-lahan.

Tidak sedikit para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah sambil menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain demi menuntaskan gundahnya. Walau akhirnya ia pun harus berakhir di dalam penjara. Yang pasti, tak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu yang dijanjikan sang Ayah tak pernah terbeli.

Tak jarang para Ayah yang terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu rekan sekantor, mendustai atasan dengan memanipulasi angka-angka, atau berbuat curang di balik meja teman sekerja. Isteri dan anak-anaknya tak pernah tahu dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat sang Ayah. Halalkah? Karena yang penting teredam sudah gundah hari itu.

Teramat banyak para isteri dan anak-anak yang setia menunggu kepulangan Ayahnya, hingga larut namun yang ditunggu tak juga kembali. Sementara jauh disana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia menunggu itu telah babak belur tak berkutik, hancur meregang nyawa, menahan sisa-sisa nafas terakhir setelah dihajar massa yang geram oleh aksi pencopetan yang dilakukannya. Sekali lagi, ada yang rela menanggung resiko ini demi segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.

Sungguh, diantara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan sebagian Ayah lain yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya kembali ke rumah, menyertakannya dalam mimpi, mengadukannya dalam setiap sujud panjangnya di pertengahan malam, hingga membawanya kembali bersama pagi. Berharap ada rezeki yang Allah berikan hari itu, agar tuntas satu persatu gundah yang masih ia genggam.

Ayah yang ini, masih percaya bahwa Allah takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam kekufuran akibat gundah-gundah yang tak pernah usai.
Ayah ini meyakini bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba kecuali sebatas hamba tersebut mampu memikulnya, dan Ia selalu berprasangka baik kepada Allah dengan meyakini bahwa tiada cobaan yang tidak berakhir dan Jalan keluar selalu akan datang kepada hamba-hamba yang hanya bersandar pada pertolongan dan kasih sayangNYA semata.

Para Ayah ini, yang akan menyelesaikan semua gundahnya tanpa harus menciptakan gundah baru bagi keluarganya. Karena ia takkan menuntaskan gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah, atau berakhir di balik jeruji pengap, atau bahkan membiarkan seseorang tak dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar massa setelah tertangkap basah mencopet.

Dan saya, sebagai Ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum. Saya yakin, Allah suka terhadap orang-orang yang tersenyum dan ringan melangkah di balik semua keluh dan gundahnya.
Semoga.

Rabu, 07 Desember 2016

Jangan pernah berhenti di tengah badai kehidupan

Posted by ekayulianta 19.04, under | No comments

BADAI KEHIDUPAN
Seorang anak mengemudikan mobilnya bersama ayahnya. Setelah beberapa puluh kilometer, tiba-tiba awan hitam datang bersama angin kencang. Langit mendadak menjadi gelap. Beberapa kendaraan mulai menepi dan berhenti.

“Bagaimana, Ayah? Apakah kita berhenti saja?,” Si anak bertanya.
“Teruslah.. !”, kata Ayah.

Anaknya tetap menjalankan mobil. Langit makin gelap, angin bertiup kencang. Hujanpun mulai turun.
Beberapa pohon bertumbangan, bahkan ada yang diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan . Terlihat kendaraan-kendaraan besar juga mulai menepi dan berhenti.

“Bagaimana ini Ayah…?”
“Teruslah mengemudi!” kata Ayah sambil terus melihat ke depan.

Anaknya tetap mengemudi, walau dengan bersusah payah.
Hujan lebat menghalangi pandangan hanya berjarak beberapa meter saja.
Si anak mulai ketakutan.
Namun ia tetap mengemudi, walaupun dengan sangat perlahan.
Setelah melewati beberapa kilometer ke depan, dirasakannya hujan mulai mereda & angin mulai berkurang.

Setelah beberapa kilometer berikutnya, sampailah mereka pada daerah yang kering dan matahari bersinar.

“Nah sekarang berhenti dan keluarlah,” kata sang Ayah.
“Kenapa sekarang?,” tanya si Anak.
“Agar kau bisa melihat, bagaimana seandainya saat kita berhenti di tengah badai.”
Sang Anak berhenti dan keluar.
Dia melihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung. Dia membayangkan orang-orang yang terjebak di sana.

Dia baru mengerti bahwa JANGAN PERNAH BERHENTI DI TENGAH BADAI karena akan terjebak dalam ketidakpastian.

Jika kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, Teruslah berjalan, Jangan berhenti dan putus asa, karena kita akan tenggelam dalam keadaan yang terus menakutkan dan tak pasti.

Lakukan saja Apa yang dapat kita lakukan dan yakinkan diri bahwa badai pasti berlalu.

Kita tidak kan pernah berhenti tetapi maju terus, Karena kita yakin bahwa di depan sana kepastian dan Kesuksesan ada untuk kita...

HIDUP TAK SELAMANYA BERJALAN MULUS!!!
Butuh batu kerikil, supaya kita *BERHATI-HATI*..
Butuh semak berduri, supaya kita *WASPADA*..
Butuh pesimpangan, supaya kita *BIJAKSANA* dalam memilih.
Butuh petunjuk jalan, supaya kita punya *HARAPAN* tentang arah masa depan.
Hidup Butuh Masalah, supaya kita tahu kita punya *KEKUATAN*..
Butuh Pengorbanan, supaya kita tahu cara *BEKERJA KERAS*.
Butuh airmata, supaya kita tahu *MERENDAHKAN HATI*
Butuh dicela, supaya kita tahu bagaimana cara *MENGHARGAI*..
Butuh tertawa dan senyum, supaya kita tahu *MENGUCAPKAN SYUKUR*..
Butuh Orang lain, supaya kita tahu kita *TAK SENDIRI*.

Jangan selesaikan masalah dengan mengeluh, berkeluh kesah, apalagi marah, Selesaikan saja dengan sabar, bersyukur, dan jangan lupa tersenyum.
Teruslah melangkah walau mendapat rintangan. Jangan takut

Saat tidak ada lagi tembok untuk bersandar, karena masih ada lantai untuk bersujud.
Perbuatan baik yang paling sempurna adalah perbuatan baik yang tidak terlihat, namun dapat dirasakan hingga jauh kedalam relung hati.

Jangan menghitung apa yang hilang, namun hitunglah apa yang tersisa.
Sekecil apapun penghasilan kita, pasti akan cukup bila digunakan untuk Kebutuhan Hidup.
Sebesar apapun penghasilan kita, pasti akan kurang bila digunakan untuk Gaya Hidup.

Tidak selamanya kata-kata yang indah itu benar, juga tidak selamanya kata-kata yang menyakitkan itu salah. Hidup ini terlalu singkat, lepaskan mereka yang menyakitimu, sayangi mereka yang peduli padamu. Dan berjuanglah untuk mereka yang berarti bagimu.

Bertemanlah dengan semua orang, tapi bergaulah dengan orang yang berintegritas dan mempunyai nilai hidup yang benar, karena pergaulan akan mempengaruhi cara kita hidup dan masa depan kita. Semoga bermanfaat

Sabtu, 26 November 2016

Positif Thinking

Posted by ekayulianta 10.28, under | No comments

"Bro, aku lagi butuh 500 ribu, pentingggg bangetttt, darurat. Please, tolong pinjami aku dulu ya....". :
Sahabatnya membalas: "Tunggu barang setengah jam ya bro, secepatnya nanti aku transfer".

Sudah lewat dari 1/2 jam . . satu jam . .dua jam.... tapi sahabatnya tidak juga memberi kabar. Ketika di telepon pun ternyata HP nya tidak aktif.

Ia pun mengirim SMS : "Selama ini aku tidak pernah mengecewakanmu brooo.... Tapi kenapa sekarang engkau lari dariku?! Apa salahku?!"

Setelah dibaca, sahabatnya menelepon kembali dan berkata:
"Ya ampun, aku tidak bermaksud mematikan HP untuk lari darimu. Aku mematikan HP karena aku sedang menjual HPku untuk membantu kebutuhanmu.
Lalu, dari sisa penjualan, aku belikan HP second yang murah agar bisa menghubungimu".

Sahabat ku......
Manusia hari ini suka berprasangka karena lingkungan yang suka mempengaruhi...
Ada sangkaan baik... dan ada sangkaan buruk...
Orang yang bersantai...... disangka malas;
Orang yang pakai baju baru..... disangka pamer;
Orang yang pakai baju buruk...... disangka tidak hormat;
Orang makan banyak...... disangka rakus;
Orang makan sedikit..... disangka “diet” ketat;
Orang baik...... disangka buruk;
Orang buruk....... disangka baik;
Orang tersenyum....... disangka mengejek;
Orang bermuka masam...... disangka menyindir;
Orang mengkritik...... disangka tidak senang;
Orang diam..... disangka menyendiri;
Orang menawan...... disangka pakai susuk;
Siapa tahu..
Yang diam itu karena berdoa kepada Tuhan
Siapa tahu...
Yang tersenyum itu karena beramal
Siapa tahu...
Yang bermuka masam itu karena mengenang dosa-dosanya;
Siapa tahu...
Yang menawan itu karena bersih hati dan pikirannya;
Siapa tahu...
Yang ceria itu karena cerdas pikirannya & senantiasa mengingat Tuhan
Siapa tahu..
Yang sering ikut keagamaan itu karena merasa masih kurang ilmu...

Sahabatku..
Hilangkan pikiran negatif....
Kembangkan energi positif...
Biasakan berpikir positif.....
Berikan seribu alasan kebaikan kepada sahabat.....
Agar hidup ini lebih inspiratif.

Tetap tersenyum,
tetaplah SEMANGAT memperbaiki hati ...
Semangat terus beraktifitas

Kamis, 27 Oktober 2016

Gajah vs Sapi

Posted by ekayulianta 18.53, under | No comments

Gajah vs Sapi

Anak : "Pak, yo opo carane nglebokno Gajah
nang njero kulkas ?"
Bapak : "Yo gak iso Le...... Gajah kok dilebokbo
kulkas"
Anak : "Owalah Bapakku, rek gunu ae gak iso..."
Bapak : "La, Koen iso ta nglebokno Gajah nang
njero kulkas ? Yo opo.....?
Anak : "Yo gampil Pak. Carane, Gajahe dicekel..,
lawang kulkase dibuka.., trus Gajahe dilebokno.
Tutup lawang kulkase. Wiss....."
Bapak : "Eealaaaaahh. Sempal utekmu, Nak.
Ngunu tok tah......????"
Anak: Yo ngunu, carane nglebokno gajah nang
kulkas. Maneh yo pak.. Saiki yoopo carane
nglebokno sapi nang jero kulkas.. ??
Bapak : "Hahahaha......Badekanmu tak jawab
ambek kayang, yo.. Gampang.. Sapine dicekel,
lawang kulkase dibuka, trus Sapine langsung
dilebokno, tutupp lawang kulkasee.. yo kan.... ???"
Anak : "Hahaha.......Sampean atik kayang barang.
Salah, pakk. Gak isooo... !"
Bapak : "Lohh... Kok gak iso ??"
Anak : "Iyo. Kan sik ono Gajah nang jero kulkas.
Dadi kulkase dibuka, Gajahe ditokno disek, nek
wis.. Sapine dicekel, dilebokno kulkas, trus
ditutup."
Bapak : "Eaalaaah. Nurut sopo kon Naaaaak....?
Anak : "Terusno yo pak.. Saiki, nek balapan mlayu,
Gajah mungsuh Sapi, sopo sing tekan finish
disek.... ???"
Bapak : "Yo sapiiiii......"
Anak : "Sampean njawab banterr, tapi salah.. Yo
cepet Gajah sing finish, Pak....!"
Bapak : "Beghh.....! Kok iso Le.....??"
Anak : "La Sapine kan sik nang jero kulkas.
Durung ditokno..."
Bapak : "Karepmu, Lee.....!!!"
Anak : "La kok mangkel. Ojo mangkelan taa.
Sepisan maneh pak....."
Bapak : "Ono maneh.....??"
Anak : "Yo opo carane nimbang, supoyo bapake
Gajah karo anake Gajah, abote podo....??"
Bapak : "Kon ngarang ae. Bapake Gajah mesti
luwih gede teko anakke.. Nek luwih gede, yo
luwih abot...."
Anak : "Yo ngunu nek waton njeplak, gak dipikir.
Padahal gampang"
Bapak : Yo opo ..??
Anak : "Kari di photo ae Bapake, Gajah diphoto,
anake Gajah yo di photo..... Pas Photo ukuran 4 x
6.. Trus ditimbang.. Podokaaaaaaan..
....?"..
Bapak : (gregetan karo ngrikiti cagak an umah)
Anak : "Pak....."
Bapak : "Opo...... ?"
Anak : "Nek Gajah karo Sapi nglamar kerjo, sopo
sing diterimo......??"
Bapak : "Mbuh.....!"
Anak : "Sampean tak kandani ae.......Sing diterimo
kerjo Gajah, pak......!."
Bapak : "Kok iso.. ...???"
Anak : "Lamaran Gajah lengkap, ono pas photone.
Sapi gak ono photoe.. Soale sik nang njero
kulkas.....
Pak.....?.. Pak... ? Bapaaaaaak......."
BAPAK : "Mboooh.....!!!!

Selasa, 18 Oktober 2016

Rejeki bukan sekedar uang

Posted by ekayulianta 17.02, under | No comments

Uang memiliki daya tarik yang sangat mengena. Walhasil, orang-orang pun mudah terpana dan terpesona.
Padahal...
Rezeki bukan sekedar uang.
Sekali lagi, bukan.
Yang namanya kesehatan, jodoh, guru, dan sahabat, itu pun rezeki. Bahkan melebihi uang alias tak ternilai. Right? Tanpa kita sadari, justru dengan hadirnya kesehatan, jodoh, guru, dan sahabat ini, kita dimudahkan mencari dan dicari uang.
Ketika diberi uang dan banyak, kita menyebutnya rezeki. Lalu kita pun bersyukur. Sampai-sampai kita terharu. Lha, saat diberi kesehatan, jodoh, guru, dan sahabat, sudahkah kita bersyukur? Benar-benar bersyukur? Jleb!
Syukuri keberadaan guru dan sahabat kita. Salah satu caranya, dengan mendoakan mereka secara diam-diam. Saya ulang, secara diam-diam. Dengan cara ini, malaikat pun 'tak dapat menahan dirinya' untuk mendoakan kita. Insya Allah, itu nyata.
--- Ippho Santosa---

Tags

Blog Archive